PENDAHULUAN
Salah
satu hal yang membedakan kemajuan yang dicapai pada masa Abbasiyah dengan
masa-masa yang lainnya adalah berkembangannya peradaban Islam. Bahkan pada masa
ini peradaban islam mencapai puncaknya. Dan salah satu wujud peradaban tersebut
adalah pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, filsafat, dan ilmu-ilmu lainnya.
Kemajuan yang dicapai oleh umat
Islam di Era Abbasiyah tidak hanya terbatas pada ilmu-ilmu agama atau yang
biasa diistilahkan dengan `ulūm naqliyah saja, melainkan juga disertai
dengan kemajuan ilmu-ilmu sains dan teknologi (`ulūm aqliyah).
Bahkan jika dicermati, kemajuan
sains di dunia Islam mendahului perkembangan ilmu filsafat yang juga berkembang
pesat di era Abbasiyah. Hal ini bisa jadi merupakan buah dari kecenderungan
bangsa Arab saat itu yang lebih mengutamakan penerjemahan buku-buku sains yang
memiliki implikasi kemanfaatan secara langsung bagi kehidupan mereka (dzāt
al-atsar al-māddi fī hayātihim) dibanding buku-buku olah pikir (filsafat). Kemajuan yang dicapai pada era ini telah banyak
memberikan sumbangan besar kepada peradaban manusia modern dan sejarah ilmu
pengetahun masa kini.
Dalam makalah ini, pemakalah akan
memaparkan pengembangan ilmu kedokteran, matematika dan astronomi yang terjadi
pada rezim Abbasiyah serta tokoh-tokoh yang menonjol pada bidang tersebut.
“PENGEMBANGAN ILMU KEDOKTERAN, MATEMATIKA DAN
ASTRONOMI PADA ZAMAN REZIM ABBASIYAH”
ASA USUL PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN PADA DINASTI ABBASIYAH
Dinasti ini didirikan pada tahun 750
M-132 H oleh Abdullah Al-Saffah Ibn Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn Al-Abbas,
salah seoranf keturunan paman Nabi Muhammad, Al-Abbas. Asal-usul Dinasti
Abbasiyah diawali oleh pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh
keturunan Abbas, paman Nabi yaitu Muhammad Ibn Ali, kemudian Ibrahim Ibn
Muhammad sampai Abu Al-Abbas yang bergelar Al-Saffah, terhadap pemerintahan
Dinasti Bani Umayyah. Pemberontakan-pemberontakan tersebut dilakukan secara
terus menerus dan terorganisasi sehingga pada akhirnya terjadi revolusi
menumbangkan Dinasti bani Umayyah.
Sungguhpun Abu Al-Abbas Al-Saffah
yang mendirikan Dinasti Abbasiyah, namun pembina sebenarnya adalah Abu Ja’far Al-Mansur yang memerintahkan
selama 21 tahun yaitu dari tahun 754 M/ 136 H – 775 M/158 H. Abu Al-Abbas hanya
memerintah selama lima tahun yaitu dari tahun 750 M/132 H-754 M/136 H.[1]
Bermula dari penyakit Al-Manshur
yang menyebabkan di datangkannya dokter Nestoria yang termansyhur, Jurjis Ibn
Bakhti Yashu dari Akademi Kedokteran jundi Syapur ke istana Abbasiyah, suatu
peristiwa yang paling luas pengaruhnya atas perkembangan sains dan seni pengobatan
pada masa mendatang. Perawatan itu berhasil dan keluarga Bakhti Yashu generasi
demi generasi hidup makmur di Baghdad sebagai dokter-dokter istana. Mereka
membangkitkan studi karya-karya besar Hippocrates (436 SM) dan Galen (200 M).
Kemudian munculnya seorang ahli
Matematika dan Astronomi India ke Istana Al-Manshur pada tahun 773 dengan
membawa sebuah buku Siddhanta menyebabkan penyokong ilmu itu memerintahkan
penerjemahan karya tersebut ke dalam bahasa Arab. Muhammad Ibn Ibrahim
Al-Fazari melaksanakan tugas itu dengan bantuan orang-orang yang cakap, dan
dalam waktu beberapa tahun Irak melahirkan sejumlah ahli Astronomi yang tidak
hanya menguasai seluruh ilmu pengetahuan yang ada pada waktu itu, tetapi juga
sekali-kali memberikan sumbangan yang asli terhadapnya hingga akhir abad ke-14.[2]
Etos keilmuan para Khalifah
Abbasiyah tampak menonjol terutama pada dua khalifah terkemuka yaitu Harun
Al-Rasyid dan Al-Ma’mun yang begitu mencintai ilmu. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa peradaban Islam diprakarsai oleh penguasa atau memperoleh
patronase penguasa yang dalam hal ini diawali pada masa pemerintahan Harun
Al-Rasyid dan Al-Ma’mun.[3]
Setelah kematian Harun Al-Rasyid,
ketika Al-Ma’mun menggantikannya pada tahta Abbasiyah dia membangun kembali
Bagdad dan mendirikan Darul Hikmah yang unik tempat sekelompok penerjemah ahli
dan para penyelidik asli memperkaya bahasa Arab dengan produk-produk terbaik
sains dan filsafat Yunani. Yang paling utama diantata staf para penerjemahnya
adalah orang Nestoria, Hunain Ibn Ishaq (809-873), yang terutama sibuk dengan
penerjemahan karya-karya Yunani tentang kedokteran dan filsafat.[4]
Ciri paling menonjol dari kemajuan
intelektual kaum Muslim adalah penemuan teori-teori di bidang ilmu pengetahuan
alam atau eksakta. Ilmu eksakta yang dimaksud disini adalah ilmu-ilmu yang
membahas masalah yang bersifat empiris dan bersifat “pasti”. Oleh karena itu,
ilmu eksakta disebut pula ilmu pasti. Dan penemuan ini lebih bersifat kepeloporan
daripada pengembangan ilmu yang sudah ada. Penelitian-penelitian di bidang
eksakta dilakukan dengan sangat intens oleh para ahli sains kealaman tersebut
sehingga penelitian mereka menjadi dasar bagi penelitian berikutnya yang
dilakukan oleh orang lain. Disiplin-disiplin ilmu yang menonjol dielaborasi kaum
Muslim diantaranya Astronomi, Kedokteran, dan Matematika.
Berikut ini pemakalah akan
memaparkan orang-orang yang terkenal dalam sumbangsinya untuk mengembangkan
ilmu Kedokteran, Matematika dan Astronomi pada zaman Dinasti Abbasiyah.
A. ILMU
KEDOKTERAN
Kedokteran
pertama kali dikenal kaum Muslim setelah penaklukan kerajaan Sassaniah di
Persia. Mereka mulai mengenal ilmu kedokteran Yunani di pusat-pusat pendidikan
Nestoris dan Neoplatonis di Mesopotamia Utara. Kota Jundishapur berperan
sebagai pusat kajian dan praktik kedokteran serta menjadi faktor yang paling
berpengaruh dalam perkembangan di daerah-daerah islam pada abad-abad
berikutnya.
Kaum muslim
menerima ilmu kedokteran Yunani melalui karya-karya Galen, seorang dokter dan penulis peripatetik yang hidup pada paruh
terakhir abad kedua Masehi. Galen
mengumpulkan dan menafsirkan kedokteran Yunani sejak zaman Hippocrates sampai zamannya sendiri. Seperti halnya Aristoteles yang mendominasi pemikiran
filsafat dan sains muslim, ensiklopedi kedokteran karya Galen mendominasi bidang kedokteran muslim hingga abad ke-16.
Ahli-ahli kedokteran Muslim menerima pandangannya sebagai otoriatif.
Dokter-dokter
terkenal dan paling terkemuka yang dilahirkan dunia Muslim adalah Al-Razi dan
Ibnu Sina.
Muhammad Ibn
Zakariya Al-Razi (865-925 M / 251-313 H) pada awalnya menyibukkan diri dalam
bidang kimia. Setelah menggeluti bidang kimia ia menjadi dokter yang terkenal.
Diantara karya medisnya yang terpenting adalah Al-Hawi yang sangat terkenal di dunia Barat Latin. Ini adalah karya
tunggal mengenai ilmu medis dan memuat banyak observasi yang dilakukan oleh
Al-Razi sendiri. Pengaruh Al-Razi dalam dunia islam dan juga di Barat terutama
adalah di bidang medis dan kimia.
Abu Ali Al-Husain
Ibn Sina (980-1037 M / 370-428 H) diberi gelar Syaikh Al-Rais, pemimpin para cendikiawan. Ibn Sina adalah tokoh
filsuf dan saintis terbesar islam dan tokoh paling berpengaruh dalam bidang
umum, kedokteran, seni dan sains. Diantara karyanya yang paling masyhur adalah Al-Qanun fi Al-Tibb yang merupakan
ikhtisar pengobatan islam dan diajarkan
hingga kini di Timur. Pengaruh Ibn Sina di Barat dan Timur sangat besar. Dalam
dunia islam semangatnya mendominasi aktivitas intelektual dari semua periode sesudahnya
sedangkan filsafat dan ilmu medisnya berlanjut sebagai pengaruh yang hidup masa
kini.[5] Ilmu kedokteran merupakan salah satu ilmu yang mengalami perkembangan yang
sangat pesat pada masa Bani Abbasiyah pada masa itu telah didirikan apotek pertama di dunia, dan juga telah didirikan sekolah
farmasi. [6]
Selain itu, dianatra
ilmuwan-ilmuwan Muslim yang menonjol di bidang ini juga teradapat diantaranya :
‘Ali bin Al-Abbas (W. 384 H), Ibn Al-Jazzar (W. 1009 M), Abu Al-Qasim Al-Zahrawi (W. 1013 H), Abu Marwan
Abdullah bin Zuhr Al-Isya-bili Al-Andalusi (W. 1162 H), ‘Ala Al-Din ‘Ali bin
Abi Hazam Al-Quraysi Al-Dimsyqi yang digelar Ibn Al-Nafis (W. 1288 H) dan Ibn
Al-Khatimah (W. 1369 H).[7]
B. ILMU
MATEMATIKA
Diantara ilmu
yang dikembangkan pada masa pemerintahan Abbasiyah adalah ilmu hisab atau
matematika. Ilmu ini berkembang karena kebutuhan dasar pemerintahan untuk
menentukan waktu yang tepat. Dalam setiap pembangunan semua sudut harus
dihitung dengan tepat, supaya tidak terdapat kesalahan dalam pembangunan
gedung-gedung dan sebagainya.[8]
Dalam bidang
Matematika nama Muhammad Ibn Musa Al-Khawarizmi (W. 863 M / 249 H) sangat
terkenal dengan penemuan-penemuannya. Ia menjadi saintis terkenal di istana
Al-Ma’mun dan turut serta mengukur derajat busur bersama komisi ahli astronomi
yan dibentuk oleh Al-Ma’mun untuk tugas ini.
Karya
Al-Khawarizmi di bidang Matematika mempunyai pengaruh hebat dan lebih besar
dibanding karya ahli matematika mana pun. Tulisannya Aljabar merupakan karya pertama Muslim dalam aljabar dan menjadi
nama tersendiri dalam bidang sains ini. Ia memperkenalkan bilangan India kepada
dunia Muslim. Dan melalui karya aritmatikanya, Barat mengenal bilangan mereka
namakan bilangan Arab. Pengaruhnya dibuktikan oleh fakta bahwa Algorisme,
sebutan Latin untuk Al-Khawarizmi, untuk masa yang lama berarti Aritmatika
dalam sebagian besar bahasa Eropa, dan digunakan sekarang untuk metode
penghitungan berulang yang telah menjadi satu aturan yang tetap.[9]
Umar Al-Khayam
dan Al-Thusi adalah ulama yang terkenal dalam bidang ilmu Matematika. Angka Nol
adalah ciptaan umat Islam. Pada tahun 873 M, angka nol telah dipakai di Dunia
Islam. Angka-angka yang dipakai ulama di Dunia Islam dibawa para ilmuwan ke
Eropa pada tahun 1202 M. Oleh karena itu, angka 0 sampai angka 9 yang dipakai
sekarang, di Eropa disebut angka Arab.
Jasa atau fungsi
umat Islam terhadap peradaban dunia adalah ditemukannya angka Arab dan nol yang
dengan angka tersebut Matematika menjadi efektif dan begitu cepat berkembang.
Sebelumnya, matematika dinilai lambat berkembang karena menggunakan angka
Romawi, seperti I, II, III, IV, V dan seterusnya.[10]
C. ILMU
ASTRONOMI
Dalam Astronomi,
kaum Muslim meneruskan tradisi Ptolemeus yang tampaknya hampir dilupakan orang.
Pada masa keemasan kegiatan intelektual Alexandria, Ptolemeus menulis
karya-karya penting dalam bidang sains dan Astronomi yang akhirnya masuk ke
dunia Islam. Karyanya dibidang ini adalah Almagest.
Ptolemeus memperoleh tempatnya dalam sejarah kerena teorinya yang sistematis
tentang susunan bintang, sebuah kerangka geografi dan empat bukunya dalam
astronomi.
Astronomi
dikembangkan oleh kaum Muslim dengan berbagai tujuan, terutama yang berkaitan
dengan kesempurnaan menjalankan ibadat, seperti kebutuhan untuk mengetahui arah
kiblat, penentuan, waktu shalat, penentuan kalender, dan untuk pengamatan gerak
benda langit. Tokoh paling menonjol di bidang ini adalah Ibn Al-Haitsam atau
Alhazen.
Disamping itu, Salah
satu prestasi terpenting dibuat oleh Fakr Al-Din Al-Razi (1209 M/ 606 H) yang
mempertanyakan klaim Aristoteles bahwa bintang-bintang diam dan berjarak sama
dari bumi. Ia juga mempertanyakan klaim bahwa gerakan benda langit adalah sama.[11]
Selain itu,
diantara umat Islam yang terkenal ilmunya dalam bidang astronomi adalah Umar
Khayam dan Al-Farazi. Mereka menulis buku-buku tentang astronomi yang kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin untuk kemudian diajarkan di Eropa. Kemajuan
Astronomi di dunia islam ditandai dengan didirikannya observatorium di berbagai
kota seperti Bagdad, Kairo, Damaskus, seville dan Andalusia.
Kalender yang
dibuat oleh Umar Al-Khayam ternyata dinilai lebih akurat daripada kalender yang
dibuat oleh Gregorius. Gregorius membuat perbedaan 1 hari dalam 330 tahun,
sedangkan Umar Khayam membuat perbedaan 1 hari dalam 500 tahun.[12]
Selain itu,
diantara ilmuwan-ilmuwan Muslim yang menonjol di bidang ini juga teradapat
diantaranya :
1. Abu
Raihan Muhammad bin Ahmad Al Biruni (w. 442 H)
Seorang ahli astronomi dan ilmu pasti terkenal dari Persia yang pernah ditinggal di Ghazna, Afghanistan. Dia banyak menyusun buku tentang geometri, aritmatika, astronomi dan astrologi. Di antaranya adalah “Al Atsar Al Baqiyah ‘an Al Quran Al Khaliyah” (membicarakan tentang kalender dari penduduk purbakala), “At Tafhim li Awail Shina ‘At Tanjim (berisi tanya jawab singkat tentang geometri dan astronomi).
Seorang ahli astronomi dan ilmu pasti terkenal dari Persia yang pernah ditinggal di Ghazna, Afghanistan. Dia banyak menyusun buku tentang geometri, aritmatika, astronomi dan astrologi. Di antaranya adalah “Al Atsar Al Baqiyah ‘an Al Quran Al Khaliyah” (membicarakan tentang kalender dari penduduk purbakala), “At Tafhim li Awail Shina ‘At Tanjim (berisi tanya jawab singkat tentang geometri dan astronomi).
2. Abu
Al Qasim Maslamah Al Majriti (w. 398 H). Seorang ahli
astronomi dari Cordova. Dalam bidang astronomi ia
melakukan koreksi terhadap daftar zij yang ditulis oleh Al Khawarizmi dan dalam
bidang matematika ia mendapat julukan “Al Hasib”.
3. Jabir
bin Aflah (w. 545 H). Yang dalam literatur Barat dikenal dengan nama
Geber Filius. Dia ialah sarjana astronomi asal Sevilla yang
menyusun buku astronomi berjudul “Kitab Al Hai’ah”. Dalam
buku ini juga diuraikan tentang perhitungan bidang lingkaran
dan ilmu ukur sudut bidang datar.[13]
KESIMPULAN
Dari pembahasan
ini maka dapat pemakalah simpulkan. Perkembangan ilmu pengetahuan yang
berlangsung pada zaman Abbasiyah hampir belum ditemukan kesamaannya dalam
perkembangan peradaban dunia Islam sesudahnya. Seperti dapat kita lihat peran
tokoh muslim yang dapat mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang ilmu
kedokteran, matematika dan astronomi. Diantaranya dari bidang ilmu kedokteran, dokter-dokter
terkenal dan paling terkemuka yang dilahirkan dunia Muslim adalah Al-Razi dan
Ibnu Sina. Dalam bidang Matematika nama Muhammad Ibn Musa Al-Khawarizmi (W. 863
M / 249 H) sangat terkenal dengan penemuan-penemuannya. Selain itu, diantara
umat Islam yang terkenal ilmunya dalam bidang astronomi adalah Umar Khayam dan
Al-Farazi.
Kemajuan
peradaban dan pengetahuan pada masa Abbasiyah, sebagai jawaban bahwa Islam
sebenarnya tidak pernah tertinggal. Jika kemudian tidak sesuai dengan kenyataan
hari ini, maka kesalahan umat yang meninggalkan ajaran agamanya. Cetusan dan
gagasan umat Islam sangat berarti dalam perkembangan berbagai jenis bidang ilmu
di Eropa dan Barat.
Kini kita tidak
boleh berbangga dengan masa lalu yang gemilang, tetapi belajar, bekerja dan
berkarya terus untuk membuktikan keislaman yang sebenarnya. Dunia saat ini
terlanjur mencap Islam kolot, tertinggal dalam berbagai bidang, bahkan dianggap
teroris. Cap-cap itu tidak mesti dilawan dengan kekerasan tetapi harus dihadapi
dengan belajar keras untuk memperbaiki kualitas umat. Hanya dengan cara itu,
Islam kembali dikagumi, dihargai, dan disegani.
DAFTAR PUSTAKA
Akmal
Hawi, 2008, Kapita Selekta Pendidikan
Islam, Palembang : IAIN Raden Fatah Press
Atang
Abd. Hakim dan Jaih Mubarok, 2003, Metodologi
Studi Islam cet. keenam, Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Didin
saefuddin, 2002, Zaman Keemasan Islam,
Jakarta : PT Grasindo Hasan
Hasan
Langgulung, 2003, Pendidikan Islam dalam
Abad 21 cet. Ketiga, Jakarta : PT Pustaka Al Husna Baru
Http://Mbegedut.Blogspot.Com/2010/12/Ilmu-Astronomi-Dan-Matematika-Pada-Masa.Html,
Diakses pada Tanggal 27 Juli 2012, Jam 14:05
Http://Najibblog2010.Blogspot.Com/2012/06/Perkembangan-Ilmu-Pengetahuan-Dinasti.Html#,
Diakses pada Tanggal 27 Juli 2012, Jam 14:09
Http://Pellmati.Blogspot.Com/2011/12/Pendidikan-Islam-Pada-Masa-Abbasiya.
Html,
Diakses pada Tanggal 27 Juli 2012, Jam 14:00
[1]
Didin saefuddin, Zaman Keemasan Islam,
(Jakarta : PT Grasindo, 2002), hal 1-2
[2]
Akmal Hawi, Kapita Selekta Pendidikan
Islam, (Palembang : IAIN Raden Fatah Press, 2008), hal 143-144
[3]
Didin saefuddin, Op.Cit, hal 148
[4]Akmal
Hawi, Op.Cit, hal 146
[5]
Didin saefuddin, Op.Cit, hal 181-184
[6]
http://pellmati.blogspot.com/2011/12/pendidikan-islam-pada-masa-abbasiya.html, Diakses pada Tanggal 27 Juli 2012,
Jam 14:00
[7]
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam dalam
Abad 21 cet. Ketiga, (Jakarta : PT Pustaka Al Husna Baru, 2003), hal 50
[8]
http://najibblog2010.blogspot.com/2012/06/perkembangan-ilmu-pengetahuan-dinasti.html#, Diakses pada Tanggal 27 Juli 2012,
Jam 14:09
[9]
Didin saefuddin, Zaman Keemasan Islam,
(Jakarta : PT Grasindo, 2002), hal 184-185
[10]
Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi
Studi Islam cet. keenam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2003), hal 23
[11]
Didin saefuddin, Op.Cit, hal 181
[12]
Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarok, Op.Cit,
hal 23
[13]
http://mbegedut.blogspot.com/2010/12/ilmu-astronomi-dan-matematika-pada-masa.html, Diakses pada Tanggal 27 Juli 2012,
Jam 14:05
Izin Copy artikelnya ya Mbak ya........
BalasHapus